Kamis, 25 Februari 2010

Saling mengasihi


Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. Yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikianlah pula kamu harus saling mengasihi. ( Galatia 6:2 – Yohanes 13:34 )

Minggu, 21 Februari 2010

7 Mentalitas Profesional


7 Mentalitas Profesional

Kini adalah zaman profesional. Abad 21 dicirikan oleh globalisasi yang serba kompetitif dengan perubahan yang terus berlomba.
Sebuah kisah kehidupan Harimau dan Rusa dalam Perlombaan Saat Matahari Terbit.
Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa tercepat. Jika tidak, ia akan terbunuh.
Setiap pagi seekor singa bangun, ia tahu bahwa ia harus berlari cepat daripada rusa terlamban. Jika tidak, ia akan kelaparan. Tidak penting apakah Anda sang rusa atau sang singa, saat matahari terbit, Anda sebaiknya mulai berlari.
Tidak terbayangkan lagi ada organisasi yang bisa bertahan tanpa profesionalisme.
Mari membangun mentalitas profesional.

1. Mentalitas Mutu
Efesus 1: 3 , 21
Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga , jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang.
Seorang pengerja sudah seharusnya dan selayaknya menampilkan kinerja terbaik yang mungkin bisa dilakukan dan berusaha agar berada di tingkat terbaik. ( Cutting edge ) di bidang yang dipercayakan Tuhan.
Profesionalisme tidak identik dengan pendidikan tinggi. Yang utama adalah sikap dasar atau mentalitas. Maka seorang penyanyi di daerah terpencil misalnya, meskipun tidak lulus SMP, namun sanggup bernyanyi dengan segenap hati sampai dihasilkan suatu suara terbaik, sebenarnya adalah seorang profesional. Seorang guru SD di desa Papua yang mengajar dengan segenap dedikasi demi kecerdasan murid-muridnya adalah seorang profesional.
Jadi mentalitas mutu adalah seorang profesional yang memiliki standar kerjanya yang tinggi dan berorientasikan pada kemuliaan Tuhan.

2. Mentalitas Kasih
Roma 13:8
Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat.

Seorang pengerja selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik. Istilah baik di sini berarti berguna bagi pekerjaan Tuhan. Aspek ini melengkapi pengertian baik dalam mentalitas pertama, yaitu mutu. Baik dalam mentalitas kedua ini berarti goodness yang dipersembahkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Mutu kerja seorang profesional tinggi secara teknis, tetapi juga harus tinggi nilai Kasihnya.
Apapun yang dikerjakan bukan hanya dengan keahlian dan kemampuan terbaiknya, juga harus dengan ketulusan dan kejujuran seperti yang tertulis dalam Alkitab.

3. Mentalitas Melayani
1 Petrus 4:10
Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah.
Pengerja Tuhan tidak bekerja untuk tugas yang dipercayakan saja, apalagi hanya untuk kepuasan diri sendiri saja tanpa peduli pada sekitarnya.
Hakekat melayani, adalah kesadaran untuk melayani, menolong , bekerja sama dengan orang lain.
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang profesional yang memiliki mentalitas melayani maka dia akan melakukan tugasnya dengan jujur, tulus dan berintegritas.

4. Mentalitas Pembelajar
Matius 11:29 - 1 Koristus 4:6
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain.

Seseorang yang ingin maju, harus mau dan berani untuk belajar, seorang olah ragawan, sebelum bertanding tentu dilakukan persiapan dan belajar yang cukup, baru bisa ada kesempatan nntuk meraih piala.
Begitu juga di bidang lain, seorang pekerja profesional adalah dia yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan khusus di bidang profesinya.
Jadi mentalitas pembelajar adalah keinginan belajar untuk terus bertumbuh dan mempertajam kemampuannya.

5. Mentalitas Pengabdian
I Petrus 5:2
Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.

Seorang pengerja memilih dengan sadar satu bidang pelayanan yang akan dilayaninya sebagai pelayanan. Pilihannya ini biasanya terkait erat dengan ketertarikannya pada bidang itu, bahkan ada semacam rasa keterpanggilan untuk mengabdi di bidang tersebut. Mula-mula, pilihan itu dipengaruhi oleh bakat dan kemampuannya yang digunakannya sebagai dasar melayani.
Pengabdian yang bermula pada dasar pelayanan akan bertumbuh kembang seperti sebuah hubungan cinta antara sang pekerja dengan pekerjaannya.
Hubungan ini mirip dengan hubungan jejaka-gadis yang jatuh cinta. Semakin mereka mengenal, rasa cinta makin kental, dan akhirnya mengokohkan hubungan itu secara marital. Demikian juga seorang profesional, semakin ia menekuni profesinya semakin timbul rasa cinta. Dan bila hatinya sudah mantap betul maka ia memutuskan untuk hanya menekuni bidang itu sampai tuntas dan menyatu padu dalam sebuah ikatan cinta yang kekal. Demikianlah, seorang profesional mengabdi sepenuh cinta pada profesi yang dipilihnya.


6. Mentalitas Kreatif
Efesus 1:17
Dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.

Rasul Paulus mengatakan seorang olahragawan baru bisa meraih piala kemenangan apabila mau berlatih dan memenuhi aturan aturan yang ditetapkan. Untuk meraih kemenangan tidak melulu soal teknis, tetapi juga seni. Disinilah dituntut kreatifitas dan inovasi dalam mencapai keberhasilan.

Seorang pekerja profesional, sesudah menguasai kompetensi teknis di bidangnya, berkembang terus ke tahap seni. Dia akan menemukan unsur seni dalam pekerjaannya. Dia akan menghayati estetika dalam profesinya. Mata hatinya terbuka lebar melihat kekayaan dan keindahan profesi yang ditekuninya. Seterusnya, perspektif, keindahan, dan kekayaan ini akan memicu kegairahan baru bagi sang profesional yang pada gilirannya memampukannya menjadi pekerja kreatif, berdaya cipta, dan inovatif.

7. Mentalitas Etis - Moral
II Timotius 3:16
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

Seorang pengerja, sesudah memilih bidang pelayanannya, menerima semua konsekuensi pilihannya, baik manis maupun pahit. Profesi apa pun pasti terlibat menggeluti wacana moral yang relevan dengan profesi itu. Misalnya pelayanan paduan suara menggeluti moralitas di seputar etika tarik suara, profesi gembala menggeluti moralitas kehidupan, profesi usher menggeluti moralitas keramah tamahan, begitu seterusnya dengan profesi lain.

Maka seorang profesional sejati tidak akan menghianati etika dan moralitas profesinya demi kepuasan pribadi, uang atau kekuasaan.
Jika profesinya dihargai dan dipuji orang, dia juga akan menerimanya dengan wajar dan mengembalikan itu semua kepada Tuhan.

Pdm.Thomas Herry.

Sumber Tulisan:
LAI
Jansen H. Sinamo.

Selasa, 16 Februari 2010

Kristen Ekor atau Kristen Kepala


Kristen Ekor atau Kristen Kepala
TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia. ( Ulangan 28:13)

Banyak orang Kristen mengaminkan Firman diatas, tapi dalam kenyataannya bertolak belakang, bukan kepala tapi ekor, coba lihat dalam ibadah, lebih suka orang kristen duduk di belakang, apa lagi dalam seminar ,dalam forum pertemuan , orang Kristen lebih suka duduk di belakang, dan mengekor saja apa yang dibicarakan, bukankah kita seharusnya menjadi suri tauladan yang memberikan contoh martabat Kristen buat masyarakat luas??
Bagai mana dengan Firman yang mengatakan “Engkau harus menjadi saksiKu” saksi=witness, artinya seseorang yang melihat,mendengar dan berbicara di depan umum, bahkan melegitimasikan.(bukankah saudara wajib menyaksikan kasih Tuhan yang sudah dialami?) Haruskah kita menjadi takut????
Sudah banyak warga Kristen melakukan yang terbaik bagi negeri ini, coba lihat taman makam pahlawan, berapa banyak nisan yang bertanda salib?dalam kegiatan amal dan sosial, bukankan kita tercatat dalam lembaran media bergiat dan bekerja sama dengan berbagai lembaga dalam segala kegiatan termasuk dalam musibah alam, dalam pendidikan, bukankah kita masih yang terdepan?? Tapi sayangnya masih banyak orang Kristen yang takut menyuarakan suaranya,(Menyaksikan kasih Tuhan Yesus) bak seperti zaman penjajah, yang takut terhadap penguasa atau ideologi lain yang non Kristen.
Bukankah Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala? Memimpin ,membimbing dan memberi solusi? Firman dan Roh Kudus, itu kekuatan dan kekayaan saudara.
Janganlah kita takut menyaksikan kasih Tuhan,karena Hikmat Tuhan akan menyertai kamu, bukan saja dalam bersaksi tapi juga dalam segala aspek kehidupanmu.
Dia akan memimpin engkau menjadi Kepala bukan Ekor, Engkau akan naik bukan Turun , Engkau akan memberi pinjaman bukan meminjam juga Engkau akan menguasai banyak bangsa bukan dikuasai.
Jadilah pemimpin dimanapun saudara berada...